Berkah Ramadhan 1438H

10:37 PM

Sama seperti Ramadhan dua tahun yang lalu, kali ini saya diberikan berkah untuk hamil lagiii, Alhamdulillah :)

Tiga kali hamil, semua diberikan saat bulan Ramadhan. Masha Allah.

Sebenernya ini rencana nggak rencana sih. Apa yaa maksudnya haha. Hmm, emang pernah terpikir untuk punya anak dengan jarak 2 tahun, tapi kaget juga karena ternyata langsung terkabul, Insha Allah. Deg-degan, senang, horor bayangin riwehnya, tapi ya bersyukur. Campur aduk deh.

Saat ini kehamilan saya sudah memasuki trimester kedua. Jadi, bagaimana awal ceritanya?

Bulan Ramadhan yang lalu Alhamdulillah saya bisa berpuasa karena Irgi sudah tidak hanya bergantung dengan ASI. Seneng banget setelah dua Ramadhan sebelumnya saya tidak berpuasa. Lumayan lhooo hutangnya hehe. Makanya kemarin bisa berpuasa dan Solat Ied itu seneng banget.

Nah sampailah di akhir bulan puasa saya belum juga haid, padahal sudah telat 9 hari. Saya masih berpikir mungkin sirkulasi haid saya belum teratur karena saya baru dapat 3 kali haid sejak setelah melahirkan Irgi, dan itu pun dengan interval masih berantakan. Namun pak suami penasaran berpikir mungkin saya hamil. Jadi di tanggal 24 Juni 2017, hari terakhir puasa, saya memutuskan untuk cek menggunakan testpack saat sahur. Hasilnya? Positif!! :)

Reaksi saya, reflek nganga kaget seneng bingung, langsung bangunin suami. Saya kasih lihat hasilnya tapi dia nggak liat jelas karena baru aja bangun. Saat saya bilang positif, dia tanya, "itu benar hasilnya? Salah kali?", hahahaha sama-sama deg-degan!

Lalu karena nanggung itu adalah hari terakhir puasa, saya putuskan untuk lanjut berpuasa biar full, Insha Allah. Keesokan harinya pun saya Solat Ied bersama keluarga mertua di Sentul.

Saya langsung mengabari keluarga inti dari dua belah pihak saat berkumpul di hari lebaran. Mereka kaget dan juga senang pastinya :)

Singkat cerita, saya segera datang ke Brawijaya Women & Children Hospital (BWCH) tanggal 27 Juni 2017 untuk memastikan kehamilan. Kata mama jangan menunda terlalu lama agar bisa segera diberi vitamin dan penguat janin. Baiklah.
Syukur, Dr. Diana Mauria SPOG praktik hari itu. Beliau adalah dokter yang menangani kehamilan saya sebelumnya. Tidak berlama-lama, saya langsung dicek menggunakan USG transvaginal. Alhamdulillah saya dinyatakan hamil dengan usia kehamilan 5 minggu :)

Pesan utama dari dokter saat itu adalah jangan menggendong Irgi dulu, atau setidaknya menggendong hanya jika terpaksa saja. Saya juga tidak boleh kecapekan. Hmm, agak sulit ya sebenernya, secara Irgi masih di usia nempel sama ibunya.

Lalu bagaimana cerita trimester pertama?

Sejak awal kehamilan saya diselimuti rasa khawatir dan takut. Khawatir jika harus sering menggendong Irgi akan mempengaruhi kondisi kehamilan yang masih rentan tersebut. Takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Namun di sisi lain tidak bisa begitu saja menelantarkan Irgi yang masih berusia 16 bulan. Saya sangat mengerti bahwa anak ini masih sangat bergantung dan manja dengan ibunya.

Kekhawatiran saya bertambah karena di rumah hanya ada asisten rumah tangga yang datang dan pulang jika pekerjaannya sudah selesai, yang mana biasanya jam 11 siang sudah pulang, selebihnya hanya ada saya dan Irgi di rumah. Belum lagi saya harus memasak. Awalnya saya masih bisa melakukannya seperti biasa, namun seiring dengan perubahan hormon ibu hamil, saya mulai merasa kacau.

Saya jadi gampang capek, kalau sudah capek ya jadi gampang emosi, yang kena siapa lagi kalau bukan Irgi. Akhirnya saya hanya bisa menangis. Apalagi kalau Irgi sudah merengek minta gendong atau sedang tantrum, saya bisa jadi marah karena takut membahayakan janin. Padahal kan Irgi belum mengerti apa-apa. Disitulah saya suka merasa sedih dan menyesal telah memarahinya.

Pikiran untuk segera menyapih Irgi pun muncul. Sebelum tau hamil, saya memang mulai terpikir untuk menyapih karena sudah sering merasa risih kalau hanya dijadikan "empeng" oleh Irgi. Namun, keinginan itu masih suka saya pendam mengingat ASI adalah hak anak saya sampai minimal usia 2 tahun, walaupun sebenarnya saya juga bukan tipe ibu yang saklek dengan prinsip tersebut. Lalu saat akhirnya hamil, jujur, kehamilan ini pun kemudian saya jadikan alasan lain untuk menyapih. Cerita mengenai perjalanan menyapih Irgi akan saya ulas terpisah ya :)

Selain perubahan hormon yang membuat saya menjadi mudah capek dan sensitif, saya juga sempat mengalami flek. Hal tersebut dikarenakan saya kecapekan setelah berlibur ke Ancol bersama sahabat-sahabat. Kami berlibur dengan membawa anak masing-masing tanpa bantuan suami. Walaupun hanya semalam tapi ternyata efeknya sangat terasa melelahkan buat saya. Apalagi saya sedang hamil muda.

Flek keluar beberapa hari setelah liburan. Awalnya hanya sedikit, berwarna kecoklatan. Hari itu juga saya langsung ke rumah sakit untuk kontrol. Ternyata kata Dr. Uf itu adalah darah, dan di rahim saya pun terdapat sisa darah. Namun setelah diperiksa semua katanya tidak ada yang mengkhawatirkan, kondisi janin pun normal. Dua hari berikutnya keluar flek lagi dan lebih banyak. Saya kembali lagi ke rumah sakit untuk kontrol dan kali ini bertemu dengan Dr. Diana. Katanya itu adalah sisa-sisa darah yang ada di rahim sedang keluar, dan kondisi janin pun Alhamdulillah aman. Saya dilarang untuk menggendong Irgi (yang mana tidak mungkin) dan mengurangi naik-turun tangga (apalagi sambil menggendong). Flek tersebut keluar sampai beberapa hari. Saya pun diberikan penguat rahim oleh dokter.

Sejak tau saya hamil, apalagi setelah tau saya mengalami flek, mama menyarankan (sedikit memerintah) untuk sementara waktu tinggal di Jakarta. Awalnya saya masih ngeyel merasa bisa tinggal di rumah sendiri, namun akhirnya saya pun menyerah. Saya mengungsi di rumah mama, dan kadang di rumah mertua.

Begitulah kira-kira highlight kehamilan saya di trimester pertama. Semoga semuanya terus berjalan lancar dan sehat, juga selalu dalam lindungan Allah SWT yaaa. Aamiin.

You Might Also Like

0 comments