Perjalanan Menyapih Irgi

8:30 PM

Setelah dinyatakan hamil, yg terpikir langsung adalah bagaimana cara menyapih Irgi. Mulai deh ajak ngomong, "Irgi udah makin besar jadi harus kurangin mimik sama Ibu ya". Saya bilanginnya saat dia nyusu sebelum tidur malam, sambil beberapa kali saya lepaskan karena dia hanya "ngempeng" aja.

Drama? Tentu.

Kayaknya anak bayi tuh ngerti ya kalau mau disapih. Jadi semakin agresif.

Saya emosi? Tentu.

Irgi pun jadi kena dampak emosi saya. Dia kena omelan saya yang "stres" gimana caranya biar anak mau disapih. Kasihan. Lalu setelah beberapa hari, saya mulai sadar kalau saya salah. Secara tidak sadar saya ingin sesuatu yang instan. Saya nggak sabar ingin langsung berhasil, padahal kan butuh proses. Anak harus dikasih pengertian secara bertahap. Kasihan anaknya. Saya cuma bisa menangis.

Di minggu kedua, saya lebih longgar. Tapi menyusu tetap diusahakan hanya sebelum tidur pagi/siang/malam, sebagai pengantar tidur saja. Di luar itu Irgi memang sudah saya beri tambahan susu UHT sejak usia 15 bulan. Ya walaupun usaha ini masih suka kecolongan juga sih. Ada kalanya Irgi sangat rewel ya akhirnya saya kasih menyusu langsung.
Di minggu ini pun saya baru tau ternyata Irgi sedang tumbuh dua gigi bawah. Jadi saya semakin berusaha santai dan ambil sikap "yaudahlah-kasih-aja-daripada-rewel". Karena kan anak yang lagi tumbuh gigi jadi cenderung lebih kolokan dan gampang cranky yaa.

Minggu ketiga masih berjalan sama. Tetap saya kasih pengertian tiap dia menyusu dan sambil coba dilepas. Tiap malam selalu diawali dengan tangisan sebelum tidur. Jadi biasanya tiap malam dia bisa menyusu sampai ketiduran, sekarang udah tidak lagi. Selalu menyusu tapi hanya berujung "ngempeng" dan nggak tidur-tidur. Gemes dong saya. Nangislah dia.

Saya mulai membiasakan tidur tanpa "ngempeng". Jadi setelah menyusu, begitu dia "ngempeng" ya saya lepas. Biasanya Irgi nangis ngamuk-ngamuk dan tarik-tarik tangan saya minta nyusu. Kalau sudah ngamuk begitu, hmmm sering kali hampir memancing emosi. Saya sangat berusaha menahan, mengingat ini adalah proses belajar bersama. Saya coba praktekkan saran orang-orang terdekat seperti digendong, mengelus-ngelus, atau pukpuk si anak untuk menenangkan. Karena saya tidak boleh menggendong (nggak kuat lama-lama juga sih), jadi pilihan saya adalah mengelus atau pukpuk. Hasilnya? Nihil. Jika sudah ngamuk, jangankan dielus-elus, disentuh saja tidak mau hahahaa. Kalau saya pukpuk pasti tangan saya ditendang atau disingkirkan. Jadi biasanya saya diamkan saja sambil pura-pura tidur. Irgi akan tidur sendiri bila sudah capek nangis dan guling-guling. Sesekali dinyanyikan sambil di pukpuk juga berhasil sih.

Lalu bagaimana saat terbangun tengah malam?

Awalnya ya tetap saya kasih menyusu biar dia bisa tidur lagi. Sesekali sambil saya bisiki afirmasi untuk tidak mimik sama ibu. Prosesnya bertahap. Beberapa hari berikutnya, saya mulai coba nggak kasih nyusu biar dia belajar menenangkan diri sendiri untuk bisa kembali tidur. Ngamuk? Tentu. Saya diamkan pura-pura tidur, dia nangis kejer sambil tarik-tarik saya. Guling sana guling sini, sampai capek dan tidur sendiri. Pernah juga suami inisiatif gendong, bukannya tenang tapi Irgi malah makin ngamuk sejadi-jadinya. Pakai posisi kayang segala. Heboh deh. Akhirnya ya didiamkan aja di kasur sampai capek sendiri.

Untuk proses ini juga saya lakukan bertahap. Biasanya Irgi bisa bangun di tengah malam sekitar 3-4 kali. Awalnya saya kasih nyusu 2 kali dan sisanya biar dia belajar menenangkan diri sendiri. Lalu jadi 1 kali nyusu, sampai tidak saya kasih sama sekali. Dan akhirnya saya ingat betul pertama kalinya Irgi bisa tidur sepanjang malam (Rabu, 19 Juli 2017), dia bangun jam 5 subuh untuk minta nyusu. Langsung saya kasih karena ternyata saya masih ada rasa nggak tega, haha. Besoknya (Kamis, 20 Juli 2017), Irgi pun saya susui sekitar jam 19.00 sebelum tidur, dan bisa tidur sepanjang malam lagi. Walau tidurnya pun kadang gelisah, tapi tidak sampai bangun dan menangis. Tiap dia gelisah pun saya selalu ngecek jam, ada perasaan takjub dia tidak minta susu, namun ada juga perasaan deg-degan.

Dan ternyata..... hari itu adalah hari terakhir Irgi menyusu langsung dengan saya :')

Hari Jumat (21 Juli 2017) kebetulan suami sedang sick leave, jadi tidak masuk kantor. Kesempatan itu saya ambil untuk meneruskan proses menyapih. Maaf ya ayah, sakit tapi malah disuruh bantu istrinya hehe. Saat tidur siang Irgi digendong oleh ayahnya. Nangis, tapi akhirnya berhasil tidur. Begitu juga malam harinya. Tiap suami sedang menidurkan Irgi, saya keluar kamar dulu agar Irgi nggak inget minta susu.

Hari Sabtu dan Minggu pun proses menidurkan Irgi masih dipegang oleh suami. Namun saya coba untuk tetap berada di tempat yang sama dengan mereka. Hasilnya juga sama, Irgi berhasil tidur walau tetap diawali dengan menangis.

Nah begitu hari Senin, saat suami harus bekerja seperti biasa, saya agak deg-degan. Tapi ternyata Alhamdulillah semua bisa teratasi. Irgi bisa tidur siang ataupun malam tanpa menyusu. Dia bisa tidur dengan dipuk-puk atau dielus-elus, bisa dengan dinyanyikan, atau kadang harus digendong sebentar. Oiya, setelah disapih Irgi jadi lebih suka tidur di atas badan saya. Lumayan yaaaaa. Lumayan bikin engap haha. Kalau kata mama saya, dia pasti mencari cara lain untuk bikin tetap nyaman dan nggak merasa kehilangan :')

Begitulah kira-kira proses menyapih Irgi. Ternyata menyapih itu benar-benar proses belajar bersama, tidak hanya untuk si anak saja. Alhamdulillah proses menyapih Irgi tidak pakai drama yang aneh-aneh, semua masih dalam tahap wajar. Oiya, tips dari saya, saat menyapih itu diperlukan pihak ketiga untuk membantu. Bisa suami, orangtua, atau mbak. Karena ada saatnya si anak harus belajar tidur dan menenangkan diri tanpa ibunya. Dan itu berhasil di kami.

Kalau ditanya bagaimana rasanya sudah berhasil menyapih anak, jawaban saya adalah senang dan deg-degan ada perasaan kasihan nggak tega. Awalnya saya semangat sekali mau nyapih karena sering kali risih hanya jadi "empeng". Tapi ternyata ada rasa berat, kasihan, dan deg-degan saat sudah berhasil lepas. Ya, saya kangen menyusui. Kangen meluk Irgi sambil lihat tatapan matanya kalau sedang menyusu. Begitulah proses. Yang pasti ini untuk kebaikan bersama (menurut saya).

Kalau ada yang bertanya kenapa harus disapih padahal bisa tetap menyusui walau sedang hamil, saya pun akan menjawab bahwa itu adalah pilihan. Sejak awal memang saya bukan tipe yang saklek harus menyusui anak hingga umur 2 tahun. Kalau bisa ya ayo, kalau tidak pun ya nggak apa-apa.

Yaaa, begitulah akhir perjalanan menyusui Irgi, setelah 17 bulan selalu saya susui pagi siang malam atau sesuka dia. Alhamdulillah sekarang sudah kurang lebih 2 bulan Irgi berhenti ASI dan kami sama-sama happy :)

You Might Also Like

0 comments